Kamis, 31 Oktober 2013

Takdir

Kamu percaya takdir? 
Aku percaya...
Aku mempercayai bahwa setiap orang akan bertemu dengan seseorang yang menjadi takdirnya masing-masing
Mungkin, istilah takdir jauh lebih menggelikan dari istilah jodoh
Tapi intinya adalah sama saja
Takdirmu adalah Jodohmu...
Adalah memang takdir dimana kamu akan menghabiskan seluruh sisa hidupmu bersamanya
Adalah takdir, dimana kamu akan mengarungi kehidupan manis, pahit, apapun itu bersamanya
Adalah takdir, dimana kamu akan mengenal dia lebih dari siapapun di dunia ini
Adalah takdir, dimana suatu saat nanti kamu akan memiliki darah daging darinya
Adalah takdir, dimana dia akan menjadi sahabat terbaik dalam hidupmu sampai akhir hayat nanti
Takdir? 
Kapankah takdir akan mempertemukan ''kita'' lagi?
Kapankah takdir akan mempersatukan ''kita''?
Kamu percaya kan takdir itu?
Karena aku percaya, takdir itulah yang akan menyatukan ''kita'' nantinya
Karena aku percaya, kalau memang sudah takdirnya kita pasti akan bersama
Tak peduli sejauh apapun jaraknya
Sesulit apapun rintangannya
Seberat apapun halangannya
Dan selama apapun waktunya
Kalau Tuhan sudah berencana, tidak ada satupun yang dapat menghalangi ''kita'' menjadi suatu takdir.

#Originaly created by me

Rabu, 30 Oktober 2013

Inspiring Muslim Women

I admit that i was inspired by these three amazing muslim women. They're all fabulous. Especially because i like their style and their contributions in muslim fashion world to campaign about hijab. Lets check this out:
Dian Pelangi and Ria Miranda


 Hijabers community is a community established in Jakarta-Indonesia by a group of young Muslim women to share tips or experiences related to hijab and girl issue. They also have routine events, to share about hijab, Islam, and many positive things. How-did-they-start? The initial idea of establishing the community was actually coming from Ria Miranda and Dian Pelangi. These two amazing Muslim women invited their friends and tried sharing the idea to the forum. Everyone responded very well and very excitedly. It turned out all the invited Muslim women shared the same visions and missions. Dian Pelangi, 21, is the principal designer of Dian Pelangi Company, one of the leading companies in the Indonesian Muslim fashion. Born in Palembang in 1991, she later graduated from the Ecole Superieur des Arts et Techniques de la Mode (ESMOD) in 2008 with a honors. Armed with a fashion education and religion, she took over her mother's boutique business. Without breaking Islamic law, she slowly changed the negative image of muslim fashion through the stylish and trendy design. The design is not only for Muslim countries, but also abroad. In fact, it is design for those who do not wear the hijab. "I was challenged to create a different Muslim fashion. Because all this Muslim dress was considered not cool, geeky.’’, Dian said. Dian also includes the members of Entrepreneur Mode (APPMI) becomes the youngest designers in Dian Pelangi Gallery since 2008. A designer who is able to show the world that the Muslim fashion could be a worldwide fashion icon. Her work has been exhibited in several cities in the world such as Kuala Lumpur, Singapore, Cairo, Pakistan, Amman, Prague, Budapest, London, Melbourne, Thailand and several major cities in Indonesia. And then there is Ria Miranda. This-26- years old Muslim woman is a famous hijab designer. Who Graduated from jakarta ESMOD Design School. She was born in Padang and since her childhood, she used to design clothes and aspired to be a designer. After growing up and graduating from Esmod, Ria took the opportunity to work in Noor Magazine as a fashion stylist. In fashion design, Ria Miranda is inspired by furniture designs by Rachel Ashwell Shabby Chic from the UK. Inspiration is what makes her create Muslim clothing with Shabby Chic brand. According to her, Shabby Chic colors represent her personality. That is about simplicity, serenity, classy, and mature but remain humble. What color is Shabby Chic? The term is taken from the shabby chic earthy colors that is shabby but also chic. These colors consist of pale colors like pink salmon, pink dust, green olives, etc. Ria Miranda said that any Muslim women in particular will look gentle, polite, and quiet with earthy colors combined with soft comfortable fabric and drapery patterns. Ria is listed as one of the committee members  in hijabers community and she is also often showing her brand in  Jakarta Fashion Week. Now Ria launches a new book about the muslim dress style inspiration. 

Fitri Aulia


Not only Ria and Dian we also have Fitri Aulia as a Muslim women fashion icon. Although she was not born in Aceh, Fitri Aulia cannot cover up her love of Aceh. Born in Bogor 24 years ago, Aceh blood flows in her body. Her father, Fakhrul Amin come from Blangpidie, Southwest Aceh. Fitri is one of the designers in Jakarta Muslim Fashion Week. Songket with floral shoots pattern or pucok reubong becomes one of the main options in her design. Since deciding to wear hijab in 2008, Fitri continues to "transmit" the spirit to every Muslim she meets. One of the efforts is to establish the Hijabers Community in Jakarta in 2011. The idea of ​​forming the community, merely to invite Indonesia to want to cover awrah of Muslim women. Now that the community already has official in several big cities in Indonesia, one of them is in Aceh.

  Fitri also has a clothing brand called Kivitz. Fitri is known for her style which is stylish but still syar’i. In accordance to Islamic sharia of how a Muslim woman should dress. Fashion has become a self expression of creativity, and there is no obstacle for muslim women to express herself through fashion. But we must remember about the rules that Allah has set about the hijab or head scarf itself, such as the hijab or head scarf has to elongate to the chest, covering the legs, and using long sleeves correctly. That's the purpose of Kivitz, to share inspiration and benefit to all muslim women to express their hijab style, to remain syar'i yet stylish. In her blog she  shared her personal opinion and her style of hijab fashion, which is syar'i and stylish. Insha Allah. So she created it with the intention of providing an indispensable resource for style-conscious muslim women in Indonesia. She also post links and pictures of Kivitz modest clothes, how to buy it, and how to wear it. She also hope to explore the world of international hijab fashion, designers, and trends.
  In Februari 25, 2011, Fitri launched the Kivitz brand. The brand produces Muslim women apparels such as scarfs, dresses, skirts, and outerwear. Kivitz has turned to be a Muslim women fashion brand. Kivitz products are wearable, can be mixed and matched in any different styles. Today, Kivitz sells the products using the online shop: www.facebook.com/KivitzShop
Kivitz has provided the products to many customers in Indonesia, Malaysia, Singapore, South Africa, etc. Kivitz stores are also available in some boutiques in Indonesia, such as Jakarta, Aceh, Palembang, and Makassar. She use Kivitz blog and other social media networks to provide the news, latest collection, and also to keep in touch with customers. She hopes can stay steadfast in Islam, to provide muslim women particularly in Indonesia, to get inspiration and benefit in syar'i and stylish way.

Style of Dian Pelangi :



Style of Ria Miranda :

Style of Fitri Aulia :

Sabtu, 26 Oktober 2013

Journey To Baduy (Oktober 2010)

Foto ini diambil ketika tahun 2010, bulan Oktober, di desa Kanekes Baduy bersama salah seorang tetua adat di Baduy. Saat itu saya masih kelas 3 SMA. Sedang mengerjakan tugas akhir penelitian mengenai kebudayaan masyarakat baduy. Kebetulan sekolah kami (Sma Kosgoro Bogor), mewajibkan murid-murid kelas 12 untuk membuat laporan seperti skripsi yang akan di presentasikan sebagai tugas akhir. Setiap jurusan memiliki pilihan untuk membuat laporannya. Jurusan IPA laporannya mengenai Peternakan dan Perkebunan Strawberry di Lembang-Bandung. Sedangkan jurusan IPS laporannya mengenai kebudayaan masyarakat baduy. Jadi pada semester satu, menjelang UAS, kami tiap jurusan akan pergi ke tempat tujuan untuk observasi (anak IPA ke Bandung, anak IPS ke Baduy). Kami observasi disana selama 3 hari, ditemani beberapa guru pembimbing. Obeservasi ke Baduy adalah pengalaman yang tidak akan pernah saya (dan juga teman-teman lainnya) lupakan seumur hidup. Bagaimana tidak? Baduy adalah suku pedalaman yang masih primitif. Selain itu kami memang belum pernah menginjakan kaki kesana sebelumnya. Tempatnya agak terpencil, dari Terminal kami harus berjalan menuju Baduy luar selama 4 jam. Bayangkan! Disana tidak ada akses kendaraan. Jalannya masih berupa bukit, lembah, dan hutan. Dengan kondisi cuaca yang kurang mendukung, karena pada waktu itu sedang musim hujan, dan tanah di hutan tersebut menjadi basah dan licin. Harus sangat berhati-hati agar tidak sampai terjatuh. Kami menitipkan koper ke tukang yang memang bertugas membawa tas-tas berat, koper, dan barang-barang. Karena medannya cukup berat dan sulit, jadi kami hanya membawa tas ransel yang menempel di punggung. Kalau koper dan tas lainnya di bawa oleh tukang tersebut. Kami harus merogoh kocek 10 ribu rupiah untuk setiap barang bawaan yang diangkut. Mereka bukan warga baduy , mereka adalah warga banten yang biasa mangkal di terminal. Dan memang pekerjaan mereka itu mengangkut tas-tas pengunjung yang ingin ke baduy. Sungguh pekerjaan yang luarbiasa! Jalan selama 4 jam dengan segala medan yang ada saja, sudah cukup menyulitkan, ditambah lagi harus membawa bawaaan yang banyak dan pastinya sangat berat. Berbekal gantar (kayu panjang) saja mereka bisa membawa tas-tas kami yang begitu banyaknya. Alhamdulilah, rezeki untuk mereka :)
Setelah 4 jam, kami sampai di Baduy luar. Para pengunjung yang ingin datang ke Baduy dan menginap, tidak diperbolehkan untuk menginap di Baduy dalam. Alasannya Baduy dalam itu nilai-nilai tradisinya masih sangat terjaga. Berbeda dengan Baduy luar yang sudah lebih welcome dengan para pendatang. Kalau ingin berkunjung ke Baduy dalam, boleh saja, asal tidak menginap. Dan perjalanan ke Baduy dalam di butuhkan waktu 4 jam lagi Baduy luar. Kami beristirahat di rumah penduduk. Guru-guru menempati rumah ketua adat (Pu'un). Sekolah kami sering mengadakan kegiatan observasi ini dari tahun ke tahun, sudah sekitar 10 tahun berjalan, sehingga masyarakat Baduy sendiri sudah mengenal guru-guru dan sekolah kami. Setiap rumah warga di isi 1 kelompok. Kelompok tersebut untuk menjadi room mate selama di Baduy. Satu kelompok terdiri dari 10 orang. Tentunya dipisah ya antara kelompok laki-laki dan perempuan :D
Kami cukup kaget karena harus beradaptasi dengan lingkungan disini. Warga baduy jam 7 malam sudah tidur. Jam 6 sore sudah gelaaaaap sekali disini, hanya diterangi oleh cahaya obor karena warga disini tidak mau memakai listrik karena katanyaaa tidak sesuai dengan tuntunan adat istiadat mereka. Selain itu, jika ingin mandi, bab,bak, cuci muka, wudhu, dsb kami harus ke sungai yang tidak terlalu jauh dari rumah warga. Sempat aneh karena harus mandi di tempat terbuka dan malu rasanya jika ada teman cowok yang melihat :( Jadi ketika di Baduy, saya cari aman. Saya mandi ketika sungai sudah sepi dan hari-hari selanjutnya, saya tidak mandi, hanya cuci muka dan gosok gigi saja! Hahahaha (Jorki.com :p). Saya juga merasa kesulitan ketika harus (maaf) Bab, karena tidak terbiasa jika harus di sungai, sehingga saya terpaksa menahannya hingga pulang ke Bogor. (maaf ya readers tapi ini memang kenyaatan asli penulis) Lanjut, tetapi sungai di Baduy itu sangat berbeda jauuuuh dibandingkan sungai di Bogor. Sungainya bersih sekali, jernih, bening, airnya tidak terkontaminasi zat kimia apapun, dan alamnya itu, subhanallah masih asri sekali. Esok harinya kami pergi melanjutkan observasi ke Baduy dalam, setelah malam sebelumnya kami sempat mewawancarai ketua desa (bisa dibilang lurah) yaitu Jaro Dainah (Atau Jaro apa namanya? Lupa lagi). Tim observasi sendiri dibagi menjadi sebuah kelompok. Satu kelas ada banyak kelompok. Satu kelompok terdiri dari 5-6 orang. Saya kebetulan menjadi ketua kelompok dan pembicara pada saat presentasi.  Karena badan saya seperti habis digebukin dan masih babak belur setelah jalan 4 jam membawa ransel yang berat, saya dan beberapa orang teman memutuskan untuk tidak ikut ke baduy dalam. Sayang sekali ya? hehehe tapi biarkanlah saya cape sekali rasanya saat itu. Jadi kami malah main-main di sungai ketika teman-teman yang lain sedang ke Baduy dalam :p Ini fotonya :


Selama di Baduy luar kami selain observasi tentang apa yang menjadi bahan observasi kami (kelompok saya tentang tempat tinggal warga baduy), kami juga berinteraksi dengan warga disana. Meski jujur saya kurang cocok dengan makanan disana. Untungnya saya membawa bekal nasi dan empal buatan ibu saya untuk bekal 3 hari disana. Dan saya juga membawa snack dan minuman ringan. Lucunya, di Baduy luar itu warganya sudah ada yang membuka warung. Sama seperti di Bogor, menjual aneka kebutuhan (kecuali sabun, deterjen, dan odol karena tidak diperbolehkan disana). Kebanyakan menjual bahan-bahan sembako dan juga makanan kecil. Saya bersama teman-teman saya bolak-balik jajan ke warung. hehehe... disana juga ada tukang es loder! hahahaha... rasanya feels like home jika tidak teringat dengan gangguan sinyal hanpdhone yang kami alami disini. Kami sempat merasa bete karena tidak ada listrik, sinyal, dan alat-alat elektronik. Tapi kami jadi belajar. Belajar untuk kembali ke alam dan meninggalkan barang-barang elektronik selama beberapa hari. Karena pastinya selama di Bogor hidup kita selalu berkutat dengan barang-barang elektronik selama hampir 24 jam.
Ada yang menarik, saat teman-teman dari Baduy dalam sudah kembali ke baduy luar dengan pakaian kotor penuh lumpur (karena waktu itu hujan deras), salah satu teman saya ada yang pingsan di atas bukit dan sudah berjam-jam tidak bangun. Kami semua khawatir dan panik. Apalagi kami teman dekatnya. Sebut saja namanya Nita. Nita pingsan di atas bukit karena kelelahan. Namun sudah berjam-jam dia tidak bangun. Kami semua sangat khawatir. Dia seperti orang yang kerasukan. Teriak-teriak, marah-marah, berontak, tapi tidak tersadar dari tidurnya. Duh jadi ngeri! Saya teringat pesan ibu saya untuk selalu menjaga sholat dimanapun berada dan senantiasa tidak lepas untuk mengingat Allah. Karena tahu sendiri Baduy itu masih daerah yang terpencil. Dan hal-hal mistis masih kental sekali disana. Percaya ga percaya sih yaaa... Namun sebagai antisipasi saya membawa yasin dan juga garam obat (garam itu dipakai buat mengobati orang yang sakit, sudah dingajikan alqur'an terlebih dahulu). Akhirnya, yasin dan garam obat itu terpakai juga. Jaga-jaga takut kenapa-kenapa dan ini kejadian sama Nita teman saya. Saya dan beberapa teman yang lain membacakan yasin untuk nita yang sedang kerasukan. Lalu ada yang memegang tangan dan kakinya yang sedang berontak. Setelah dia sadar, kami semua lega. Kami takut sekali niat kenapa-napa. Guru saya saja sampai ada yang menangis. Begitu pula saya dan teman-teman yang lain. Kami semua khawatir dan sama sekali tidak mengharapkan hal ini terjadi. Menjadi pelajaran yang berharga sekali agar selalu paralun dimanapun berada, menjaga lisan agar tidak berbicara sembarangan, tak lepas dari dzikrullah agar senantiasa dilindungiNya, dan jangan bengong! Itu hal yang paling utama. Ini tempat yang masih sangat terpencil dan you know lah, kalau bengong kemungkinan besar ABCD-Z bisa masuk dan mengganggu. Ih naudzubillah!! #Merinding Dan memang nita ini hobinya BENGONG. Gak di Bogor, gak di Baduy, bengong everywhere, everytime. Makanya setelah dia pulih, kami terus berusaha untuk mengingatkan dia supaya pikirannya jangan sampai kosong. Untuk sholat di Baduy, agak sulit. Karena kami tidak tahu dengan arah kiblatnya. Warga Baduy sendiri menganut agama sunda wiwitan (animisme), dan hampir tidak ada yang beragama islam. Jadi ketika solat, saya mengikuti kata hati saja kemana arah kiblatnya. Allah maha tahu saat keadaan mendesak seperti ini. Saya sempat ragu akan kebersihannya, karena banyak babi dan anjing yang berkeliaran di bawah rumah penduduk. Tapi untungnya tidak sampai masuk ke rumah penduduk. Karena takut najis dan tidak sah sholatnya.

Hari ketiga, saatnya kami pulang. Yeaaaaay!! Sudah rinduuu sama Bogor dan segala sesuatunya. Saya sampai nangis semalam sebelumnya karena kangen sama rumah. Kangen sama televisi. Kangen sama angkot. Kanget sama Handphone yang berfungsi. Dan kangen sama keluarga. Sampai mimpi dijemput oleh ibu untuk pulang. ahahahahaha dasar waktu itu masih bocah :p Kami sempat berfoto sebelum prepare jalan kaki (lagi) menuju terminal dan naik bis lalu pulang ke Bogor. Sebelum pulang kami berdoa terlebih dahulu agar diberi kelancaran dan keselamatan. Saat jalan 4 jam menuju terminal, saya sempat meminum mata air di hutan karena kehausan (sebenernya masih ada minum cuma penasaran aja). Rasanya sejuk dan segar sekali. Teman saya, silvia, bahkan menyimpan mata air tersebut ke dalam botol mineralnya. Saya sempat kagum sama kebaikan dan kepolosan warga Baduy. Kami jalan paling belakang saya dan dua orang teman saya dikarenakan salah satu teman kami tidak boleh terlalu lelah dan jatuh, karena dia sakit. Bersama puun baduy (yang asli namanya lupa) yang ada di foto di atas. Bapak tersebut menuntun teman saya yang sakit tersebut sampai ke terminal. Baik sekali bapak. Terimakasih yaa. Pengalaman ke Baduy sungguh luarbiasa dan tidak akan pernah terlupakan sampai kapanpun.
Baduy adalah bukti keindahan tradisi, alam, dan kebudayaan Indonesia. Betapa kayanya negri kita tercinta ini :)